Iklan

.

Kamis, 23 Oktober 2014

Romi Zarman: Pertemuan di Luar Akal Sehat

Sumbarsatu.com , Kamis, 23 Oktober 2014 00:24 wib
Rapat persiapan Pertemuan Sastrawan Nusantara Melayu 2014
Padang, sumbarsatu.com—Pertemuan Sastrawan Nusantara Melayu yang akan dihelat kembali di Kota Padang, Sumatera Barat, pada pada 30 Oktober sampai 1 November 2014, menuai kritik bernada keras dari kalangan sastrawan Sumatera Barat.
Secara berbeda dan terpisah, Rabu (22/10/2014), www.sumbarsatu.commenghubungi beberapa sastrawan untuk dimintai komentar sekaitan dengan gelaran iven itu.
Romi Zarman, sastrawan dan peneliti  Yahudi ini, menyatakan menolak pertemuan ini. "Pertemuan ini di luar akal sehat!" kata Romi Zarman singkat dengan tanda seru yang banyak pada ujung kalimatnya.
Esha Tegar Putra memilih, 'menyepikan' acara ini.  Ia menganggap iven ini tak ada sama sekali.
“Saya tidak ikut. Alasannya bukan soal menolak acata itu. Tapi lebih pada  kritikan saya terhadap Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang. Untuk acara tersebut Dinas Budpar  menggalokasikan dana tiap tahun dalam APBD. Sementara acara yang digagas secara swadaya oleh kalangan muda, yang rasanya lebih bermanfaat untuk kemaslahatan kebudayaan, sepeserpun dinas tak membantu," kata penyair yang buku sajaknya yang kedua sebentar lagi akan terbit, dalam nada yang sepenuhnya menggerutu. 
Sementara Heru Joni Putra, sastrawan muda yang tidak diundang  pada pertemuan ini, padahal dia adalah salah satu sastrawan muda paling berpengaruh di Indonesia saat ini, menilai, Pertemuan Sastrawan Nusantara Melayu ini  patut dipertanyakan.
Menurut Heru, di tengah ketidakmungkinan menjadi asli/murni, mengapa kita terus memaksa diri mendefinisikan kemelayuan?
"Sastra adalah wadah di mana segala entitas melebur, lalu mengapa sastrawan harus berkumpul di bawah nama Melayu? Bisa-bisa, acara tersebut bisa terseret pada kondisi fundamentalisme-budaya, sebagaimana fundamentalisme agama ada di negeri ini,” kata Heru. 
Heru juga mempertanyakan soal politik identitas yang diusung Pertemuan Sastrawan Nusantara Melayu, yang merupakan salah satu praktik komodifikasi dalam bidang budaya. Lantas bagaimana posisi acara tersebut di tengah kondisi tersebut? "Apakah menjadi bagian atau punya tawaran radikal?" kata Heru lagi.
Sastri Yunizarti Bakry, salah seorang perempuan sastrawan, yang juga tak diundang dalam Pertemuan Sastrawan Nusantara Melayu 2014, ini pun menyesalkan sikap panitia dan steering committee (SC) yang terkesan tak konsisten.
“Saya tahu betul, sebagian yang duduk jadi panitia dan SC dalam Pertemuan Sastrawan Nusantara Melayu 2014 ini adalah yang menentang dan pengkritik paling keras kegiatan serupa yang saya laksanakan pada 2012 lalu. Jika bukan saya yang mati-matian memperjuangkan anggarannya dalam APBD, acara ini tak akan pernah ada sama sekali,” kata Sastri Yunizarti Bakry.
Dijelaskan Sastri Yunizarti Bakry, ia mengatakan hal itu bukan ingin diundang pada Pertemuan Sastrawan Nusantara Melayu 2014 ini. “Saya memang tak ingin hadir. Saya tak tertarik lagi.”
Tapi, menurut pengarang novel Hatinya tertinggal di Gaza, karena kita kerap bicara soal etika dan tatakrama, maka sudah pantas panitia dan SC sekarang ini bersyukur karena kegiatan ini sudah jadi agenda rutin Kota Padang.
“Belajarlah bersyukur. Dan meninggalkan caci maki,” katanya.
Gawe ini yang dituanrumahi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang berkerja sama dengan Fakultas Adab dan Humaniora IAIN IB Padang ini, dilangsungkan di HOTEL Hayam Wuruk Padang. Pesertanya sastrawan berasal dari negeri serumpun Melayu, yaitu Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand, serta kalangan perguruan tinggi dan media massa di Sumatera Barat. Tema yang diangkat cukup luas: Karya Sastra dan Relevansinya dengan Kehidupan Bangsa Melayu Serumpun Masa Kini. (SSC)
Laporan: Deddy Arsya dan Nasrul Azwar

0 komentar:

Posting Komentar

Guru Tulis





Followers